2.1. Konsep Supervisi
2.1.1 Pengertian
Supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan peningkatan kemampuan
pihak yang di supervisi agar mereka dapat melaksanakan tugas kegiatan yang
telah ditetapkan secara efisien dan efektif (Sudjana D,2004).
Arief, Z (1987) merumuskan
supervisi sebagai suatu proses kegiatan dalam upaya meningkatkan kemampuan dan
keterampilan tenaga pelaksana program, sehingga program itu dapat terlaksana
sesuai dengan proses dan hasil yang diharapkan.
Sedangkan menurut Suherman dkk
(1988) yang dikutip oleh Sudjana D dalam bukunya yang berjudul
“ Manajemen Program Pendidikan “ menjelaskan bahwa supervisi diartikan
sebagai suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memberikan bantuan teknis kepada
para petugas atau pelaksana program dalam melaksanakan tugas yang diserahkan
kepadanya.
Supervisi
keperawatan adalah kegiatan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan secara
berkesinambungan oleh supervisor mencakup masalah pelayanan keperawatan,
masalah ketenagaan dan peralatan agar pasien mendapat pelayanan yang bermutu
setiap saat (Depkes,2000).
2.1.2.Unsur pokok
Dalam melaksanakan supervisi terdapat beberapa unsur pokok. Unsur-unsur pokok
yang dimaksud menurut Azwar A,1996 adalah :1. Pelaksana; 2. Sasaran; 3.
Frekuensi; 4. Tujuan dan 5. Tehnik.
1.
Pelaksana
Pelaksana atau yang bertanggung jawab
melaksanakan supervisi adalah atasan,yakni mereka yang memiliki kelebihan dalam
organisasi. Kelebihan yang dimaksud sering dikaitkan dengan status yang lebih
tinggi (Supervisor) dan karena itu fungsi supervisi memang dimiliki oleh
atasan. Namun untuk keberhasilan supervisi, yang lebih diutamakan adalah
kelebihan pengetahuan atau keterampilan.
Menurut Ali. Zaidin dalam
bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Kepemimpin dalam Keperawatan membagi
tingkatan atas kelas manajer dalam melakukan supervisi, yaitu :
1)
Manajer puncak
(Top Manajer)
Manajer puncak bertanggung jawab atas seluruh kegiatan
dari hasil kegiatan serta proses manajamen organisasi.Tugas utamanya menetapkan
kebijaksanaan (policy),memberi petunjuk atau pengarahan umum berkaitan dengan
tujuan misalnya:Ka Kakanwil Depkes Propinsi, Kadinkes Daerah, Direktur RSUD dan
sebagainya.
2)
Manajer
Menengah (Middle Manager)
Manajer menengah ini memimpin sebagian
manajer tingkat pertama.Tugasnya menjabarkan kebijaksanaan top manajer kedalam
program-program Misalnya : Kepala Bagian Tata Usaha, Kepala Bidang, Kasubdin
Propinsi, Kasubbag Dati II.
3)
Manajer Tingkat
Pertama ( First Line, First Level Manajer, Supervisor Manager )
Manajer tingkat
bawah yang bertugas memimpin langsung para pelaksana atau pekerja. Melaksanakan
supervisi sebagai mandor atau supervisor. Misalnya : Kepala Seksi, Kepala
Urusan.
Untuk dapat melasaksanakan supervisi
dengan baik diperlukan beberapa syarat atau karakteristik yang harus dimiliki
oleh pelaksana supervisi atau supervisor ( Azwar A, 1996 ) adalah :
1)
Sebaiknya
pelaksana supervisi adalah atasan langsung dari yang disupervisi, atau apabila
tidak mungkin dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas wewenang dan
tanggung jawab yang jelas.
2)
Pelaksana
supervisi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk jenis
pekerjaan yang di supervisi.
3)
Pelaksana
supervisi harus memiliki keterampilan melakukan supervisi, artinya memahami
prinsip-prinsip pokok serta tehnik supervisi.
4)
Pelaksana
supervisi harus mempunyai sifat edukatif, suportif dan bukan otoriter.
5)
Pelaksana harus
mempunyai waktu yang cukup, tidak tergesa-tergesa melainkan secara sabar
berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap bawahan yang di
supervisi.
Pelaksana supervisi yang baik, memerlukan bekal kemampuan
yang banyak. Selain lima syarat atau karakteristik diatas juga dibutuhkan
kemampuan melakukan komunikasi, motivasi, pengarahan, bimbingan dan
kepemimpinan.
Dalam pelaksanaan supervisi akan
terdapat dua pihak yang melakukan hubungan kegiatan yaitu pihak supervisor dan
pihak yang disupervisi. Supervisor melakukan kegiatan pelayanan profesional
untuk membantu atau membimbing pihak yang dilayani. Pihak yang disupervisi
inilah yang menerima layanan profesional berupa bantuan dan bimbingan agar
mereka dapat meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan kegiatan secara efisien
dan efektif (Sudjana,D,2004).
Sedangkan menurut WHO (1999) dalam buku Manajemen
Pelayanan Kesehatan, Primer, proses pengawasan pegawai yang baik harus :
1)
Tepat waktu,
artinya untuk mempertahankan standar kerja, tindakan pengawasan harus dilakukan
pada saat yang tepat.
2)
Sederhana,
artinya tindakan pengawasan harus sederhana, bila tidak akan memerlukan
waktu lama untuk menerapkan dan menghasilkan efek yang diinginkan.
3)
Minimal,
artinya pengawsan harus disediakan sedikit mungkin, yakni sedikit yang
diperlukan untuk menjamin pekerjaan akan diselesaikan dan standart
dipertahankan.
4)
Luwes, artinya
pengawasan yang selalu kaku dapat menjadi seperti senjata makan tuan, para
pekerja akan mencoba menghindarinya.
2. Sasaran
Saran atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang
dilakukan oleh bawahan yang melakukan pekerjaan. Sasaran yang dilakukan oleh
bawahan disebut sebagai sasaran langsung.
3. Frekwensi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi yang berbeda.
Supervisi yang dilakukan hanya sekali, bukan supervisi yang baik. Tidak ada
pedoman yang pasti seberapa sering supervisi dilakukan. Pegangan umum
yang digunakan tergantung dari derajat kesulitan pekerjaan yang dilakukan serta
sifat penyesuaian yang akan dilakukan.
Menurut Nursalam (2002) melakukan supervisi yang tepat, harus bisa
menentukan kapan dan apa yang perlu dilakukan supervisi dan bantuan. Sepanjang
kontrol / supervisi penting, tergantung bagaimana staf melihatnya :
1)
Overcontrol.
Kontrol yang terlalu berlebihan akan merusak delegasi yang diberikan. Staf
tidak akan dapat memikul tanggung jawabnya.
2)
Undercontrol.
Kontrol yang kurang juga akan berdampak buruk terhadap delegasi, dimana staf
akan tidak produktif melaksanakan tugas limpah dan berdampak secara signifikan
terhadap hasil yang diharapkan. Hal ini akan berdampak terhadap pemborosan
waktu dan anggaran yang sebenarnya dapat dihindarkan. Berikan kesempatan waktu
yang cukup kepada staf untuk berfikir dan melaksanakan tugas tersebut.
4. Tujuan
Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan kepada bawahan
secara langsung, sehingga bawahan memiliki bekal yang cukup untuk dapat
melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik dan mengorientasi,
melatih kerja, memimpin, memberi arahan, dan mengembangkan kemampuan personil.
Menurut WHO,1999, tujuan dari pengawasan yaitu:
1)
Menjamin bahwa
pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam tempo
yang diberikan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia.
2)
Memungkinkan
pengawas menyadari kekurangan-kekurangan para pekerja kesehatan dalam hal
kemampuan, pengetahuan dan pemahaman serta mengatur pelatihan yang sesuai.
3)
Memungkinkan
para pengawas mengenali dan memberi penghargaan atas pekerjaan yang baik dan
mengenali staf yang layak diberikan kenaikan jabatan dan pelatihan lebih
lanjut.
4)
Memungkinkan
manajemen bahwa sumber yang disediakan bagi pekerja telah cukup dan
dipergunakan dengan baik.
5)
Memungkinkan
manajemen menentukan penyebab kekurangan-kekurangan pada kinerja tersebut.
5. Tehnik
Supervisi adalah merencanakan, mengarahkan, membimbing,
mengajar, mengobservasi, mendorong, memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi
secara terus menerus pada setiap personil dengan sabar, adil serta bijaksana
sehingga setiap personil dapat memberikan asuhan kepersonilan dengan baik,
terampil, aman, cepat, dan tepat secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan dari personil (Kron,1981, dikutip oleh Zakaria,A,2003).
Kegiatan pokok pada supervisi pada dasarnya mencakup
empat hal yang bersifat pokok yaitu: (1) menetapkan masalah dan prioritas; (2)
menetapkan penyebab masalah, prioritas dan jalan keluarnya; (3) melaksanakan
jalan keluar dan (4) menilai hasil yang dicapai untuk tindak lanjut berikutnya.
Untuk dapat melaksanakan supervisi yang baik ada dua
tehnik, yaitu:
1) Pengamatan langsung
Pengamatan yang langsung dilaksanakan supervisi dan harus memperhatikan:
(1) Sasaran
pengamatan.
Pengamatan langsung yang tidak jelas sasarannya, dapat menimbulkan kebingungan.
Untuk mencegah keadaan ini maka pengamatan langsung ditujukan pada sesuatu yang
bersifat pokok dan strategis saja.
(2)
Obyektifitas pengamatan.
Pengamatan langsung yang tidak terstandarisasi dapat mengganggu obyektifitas.
Untuk mencegah keadaan seperti ini maka diperlukan suatu daftar isian atau
check list yang telah dipersiapkan.
(3) Pendekatan
pengamatan.
Pengamatan langsung sering menimbulkan berbagai dampak dan kesan negatif,
misal; rasa takut, tidak senang atau kesan mengganggu pekerjaan. Untuk itu
dianjurkan pendekatan pengamatan dilakukan secara edukatif dan suportif, bukan
kekuasaan atau otoriter.
2) Kerjasama
Untuk berhasilnya pemberian bantuan dalam upaya meningkatkan penampilan bawahan
didalam supervisi, perlu terjalin kerjasama antara pelaksana supervisi dengan
yang disupervisi. Kerjasama tersebut akan terwujud bila ada komunikasi yang
baik, sehingga mereka yang disupervisi merasakan masalah yang dihadapi adalah
juga masalah mereka sendiri (Azwar A, 1996).
Menurut Ali Zaidin tehnik atau metoda dalam melaksanakan pengawasan adalah
bertahap, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1) Langkah I :
Mengadakan persiapan pengawasan.
(1) Menentukan
tujuan.
(2) Menentukan
metoda pengawasan yang tepat.
(3) Menentukan
standart / kriteria pengukuran
2) Langjah II :
Menjalankan pengawasan.
Terdiri dari
tiga tahap, yaitu :
(1)
Membuat dan
menentukan rencana pengawasan, dimana rencana pengawasan harus memuat sistem
pengawasan, standart yang dipakai dan cara pelaksanaan.
(2)
Pelaksanaan
pengawasan dapat dilakukan dengan berbagai sistem, yaitu :
a.
Sistem Preventif,
dimana dilaksanakan sebelum suatu usaha dilakukan.
b.
Sistem Represif,
dilaksanakan setelah suatu usaha dilakukan, misalnya memberikan
laporan-laporan kegiatan.
c.
Sistem Verifikatif,
pemeriksaan secara terperinci dengan memberikan laporan-laporan perincian
dan analisa dari segala hal yang terjadi dalam pelaksanaan rencana.
d.
Sistem Inspektif,
yaitu suatu sistem pengawasan dengan mengadakan pemeriksaan setempat
secara langsung dengan tujuan mengetahui sendiri keadan yang sebenarnya.
e.
Sistem Investigatif
yaitu suatu pengawasan dengan jalan mengadakan penelitian, penyelidikan
untuk mengetahui kesalahan dan membongkar adanya penyelewengan. Sistem ini
terdiri dari inspektif dan verifikatif.
f.
Kombinasi
sistem Preventif dan represif yaitu suatu sistem pengawasan dari
suatu usaha yang dilakukan baik sebelum maupun sesudah usaha tersebut berjalan.
(3)
Penilaian dari
pelaksanaan pengawasan.
Penilaian adalah proses penetapan secara sistematis
tentang nilai, tujuan, efektivitas, atau kecocokan sesuatu sesuai dengan
kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian sebagai
kegiatan sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis,
mendeskripsikan, dan menyajikan data atau informasi yang diperlukan sebagai
masukan untuk pengambilan keputusan (Sudajana, D 2004). Menurut UNESCO
(1982) dikutip oleh Sudjana, D, 2004) evaluasi adalah ; dilakukan
sejak perencanaan program, berkaitan dengan dimensi kualitatif tentang
efeltifitas program, mengarah pada upaya menyiapkan bahan masukan untuk
pengambilan keputusan tentang ketepatan, perbaikan perluasan, atau pengembangan
program, terkait dengan pengambilan keputusan tentang penyusunan rancangan dan
isi program.
3) Langkah III :
Memperbaiki penyimpangan
Tujuan dari hal ini adalah mengadakan perbaikan dari
hasil kerja yang kurang atau salah untuk memperoleh hasil yang lebih besar dan
lebih efisien. Setelah data melalui pengawas diperoleh, dianalisa serta masalah
yang timbul dicarikan pemecahannya serta mencegah membuat masalah pada waktu
mendatang. Menurut Sudjana, D pembinaan yang efektif dapat digambarkan melalui
lima langkah pokok yang berurutan. Kelima langkah itu adalah sebagai berikut :
(1)
Mengumpulkan
informasi. Informasi yang dihimpun meliputi kenyataan atau peristiwa yang
benar-benar terjadi dalam kegiatan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.
Pengumpulan informasi yang dianggap efektif adalah yang dilakukan secara
berkala dan berkelanjutan dengan menggunakan pemantauan dan penelaahan laporan
kegiatan.
(2)
Mengidentifikasi
masalah. Masalah ini diangkat dari informasi yang telah dikumpulkan dalam
langkah pertama. Masalah akan muncul apabila terjadi ketidaksesuaian dengan
atau penyimpangan dari kegiatan yang telah direncanakan. Ketidaksesuaian atau
penyimpangan menyebabkan adanya jarak (perbedaan) antara kegiatan yang
seharusnya terlaksana dengan dengan kegiatan yang benar-benar terjadi.
Jarak atau perbedaan antara kegiatan inilah yang disebut masalah.
(3)
Menganalisis
masalah. Kegiatan analisis adalah untuk mengetahui jenis-jenis masalah dan
faktor-faktor penyebab timbulnya masalah tersebut. Faktor-faktor itu mungkin
datang dari para pelaksana kegiatan, sasaran kegiatan, fasilitas, biaya,
proses, waktu, kondisi lingkungan. Disamping faktor penyebab, diidentifikasi
pula sumber-sumber dan potensi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah
yang timbul. Hasil analisis ini penting untuk diperhatikan dalam upaya pemecahan
masalah.
(4)
Mencari dan
menetapkan alternatif pemecahan masalah. Kegiatan pertama yang perlu dilakukan
adalah mengidentifikasi alternatif upaya yang dapat dipertimbangkan untuk
memecahkan masalah. Alternatif ini disusun setelah memperhatikan sumber-sumber
pendukung dan kemungkinan hambatan yang akan ditemui dalam upaya pemecahan
masalah. Kegiatan selanjutnya adalah menetapkan prioritas upaya pemecahan
masalah yang dipilih dari alternatif yang tersedia.
(5)
Melaksanakan
upaya pemecahan masalah. Pelaksanaan upaya ini dapat dilakukan pembina baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Pembinaan secara langsung dapat
dibagi dua macam ; pertama, pembinaan individual (perorangan), yaitu
pembinaan yang dilakukan terhadap seseorang pelaksana kegiatan. Pihak pembina
memberikan dorongan, bantuan, dan bimbingan langsung pada pelaksana kegiatan.
Cara ini tepat dilakukan apabila pihak yang dibina mempunyai kegiatan beraneka
ragam atau memerlukan pembinaan bervariasi. Tehnik-tehnik yang dapat digunakan
antara lain adalah dialog, diskusi, bimbingan individual dan peragaan. Kedua,
pembinaan kelompok. Pihak supervisor melayani para pelaksana kegiatan
secara kelompok. Pembinaan ini dapat digunakan apabila para pelaksana kegiatan
atau pihak yang dibina memiliki kesamaan kegiatan atau kesamaan permasalahan
yang dihadapi. Pembinaan kelompok dapt menghemat biaya, waktu dan tenaga.
Tehnik-tehnik yang dapat digunakan dalam pembinaan kelompok antara lain
diskusi, penataran, rapat kerja, demonstrasi, lokakarya. Secara tidak langsung
apabila upaya pemecahan masalah yang diputuskan oleh pihak pembina itu
dilakukan melalui pihak lain, seperti melalui orang lain atau media tertulis.
Melalui orang lain adalah pembinaan yang dilakukan oleh pejabat dari organisasi
yang lebih tinggi atau melalui tenaga khusus yang diberi tugas pembinaan.
Sedangkan melalui media tertulis antara lain ialah pembinaan yang dilakukan
dalam bentuk pedoman, petunjuk pelaksanaan, dan korespondensi. Tehnik-tehnik
pembinaan tidak langsung mencakup kegiatan memberikan petunjuk, pedoman, dan
informasi kepada pihak yang dibina tentang kegiatan yang harus dikerjakan. Alat
atau media yang digunakan mencakup media tertulis seperti surat menyurat, media
cetak seperti lembaran pedoman, brosur dan buletin.
2.1.3
Prinsip Pokok
Menurut Azwar Azrul, 1996 secara sederhana prinsip pokok
supervisi dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Tujuan utama
supervisi adalah untuk lebih meningkatkan penampilan bawahan, bukan untuk
mencari kesalahan. Peningkatan penampilan ini dilakukan dengan melakukan
pengamatan langsung terhadap pekerjaan bawahan, untuk kemudian bila ditemukan
masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan untuk mengatasinya.
2.
Sejalan dengan
tujuan utama yang ingin dicapai, maka sifat supervisi harus edukatif dan
suportif, bukan otoriter
3.
Supervisi harus
dilakukan secara teratur dan berkala.
4.
Supervisi harus
dapat dilaksanakan sedemikian rupa sehingga terjalin kerjasama yang baik antara
atasan dan bawahan, terutama pada waktu melaksanakan upaya penyelesaian masalah
dalam rangka lebih meningkatkan penampilan bawahan.
5.
Strategi dan
tata cara supervisi yang akan dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan
masing-masing bawahan secara individu.
6.
Supervisi harus
dilaksanakan secara fleksibel dan selalu disesuaikan dengan perkembangan.
Sedangkan menurut arief, Z yang dikutip oleh Sudjana,D mengemukakan
empat prinsip yang dapat digunakan dalam supervisi. Prinsip-prinsip itu
mencakup saling mempercayai, hubungan mendatar, komunikatif, dan pemberian
bantuan. Prinsip mempercayai harus tumbuh antara pihak supervisor dan pihak
yang disupervisi karena kedua pihak melakukan interaksi. Makna mempengaruhi
ialah bahwa pihak supervisor menghendaki pihak yang disupervisi dapat
melaksanakan, meluruskan, atau memperbaiki kegiatan sesuai dengan kegiatan yang
telah direncanakan. Oleh karena itu pihak supervisor harus memiliki sikap
percaya bahwa pihak yang disupervisi mampu melaksanakan kegiatan yang menjadi
tugasnya. Sebaliknya pihak yang disupervisi percaya bahwa pihak supervisor
mampu memberikan bimbingan kepadanya.
Hubungan
mendatar (horisontal) diperlukan dalam supervisi karena kegiatan ini
melibatkan komunikasi sekurang-kurangnya antara dua orang. Secara psikologis
pada diri kedua belah pihak terdapat aspek-aspek internal yang perlu dihormati
yaitu konsep diri, pengalaman, latar belakang pendidikan, integritas diri,
kebutuhan, kepentingan, minat, dorongan dan lain sebagainya. Di samping itu,
kedua belah pihak memiliki status sosial dan kondisi fisiologis masing-masing.
Dalam pelaksanaan supervisi, supervisor harus menghormati kondisi psikologis,
fisiologis dan sosial yang dimiliki oleh pihak yang disupervisi. Oleh karena
itu supervisor perlu melakukan hubungan yang sejajar, mendatar atau horisontal
dengan pihak yang disupervisi dan memandang sebagai rekan kerja atau teman
sejawat. Dengan hubungan ini diharapkan dapat tumbuh suasana kegiatan supervisi
yang demokratis dan bukan otokratis.
Komunikasi
merupakan proses supervisi. Supervisi yang komunikatif berarti bahwa pihak
supervisor berkedudukan sebagai komunikator dan pihak yang disupervisi sebagai
komunikan. Supervisor menyampaikan pesan kepada pihak yang disupervisi dan pada
gilirannya, pihak yang disupervisi memberikan umpan balik, berupa pesan atau
respon. Kepada pihak supervisor pesan yang disampaikan harus jelas, mudah
dipahami dan dilaksanakan, tidak rancu, menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti, dan mendorong pihak yang disupervisi untuk melaksanakan,
meluruskan, atau memperbaiki kegiatan sesuai dengan yang telah direncanakan.
Dengan komunikasi dapat ditimbulkan pemahaman atau pengertian bersama (mutual
understanding).
Prinsip
pemberian bantuan mengandung arti bahwa supervisi adalah upaya membantu pihak
yang disupervisi agar agar ia atau mereka mampu memahami permasalahan yang
dihadapi dan mampu memecahkan masalah tersebut. Supervisor hendaknya tidak “menggurui”,
main perintah, atau memaksakan kehendak kepada pihak yang disupervisi,
melainkan mendorong agar ia atau mereka belajar untuk memahami permasalahan dan
menemukan cara pemecahannya serta mampu melaksanakan upaya pemecahan
berbagai masalah yang berkaitan dengan kegiatan dalam melaksanakan program.
Berdasarkan
uraian diatas, proses supervisi perlu dilakukan di atas prinsip-prinsip
hubungan kemanusiaan (human relationship) yang sejajar, saling
menghargai, obyektifitas, kesejawatan, saling mempercayai, komunikatif, dan
pemberian bantuan profesional.
2.1.4
Manfaat Supervisi
Apabila supervisi dapat dilakukan
dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat yang dimaksud apabila
ditinjau dari sudut manajemen dapat dibedakan atas dua macam:
1. Dapat lebih meningkatkan
efektivitas kerja.
Peningkatan efektivitas kerja ini erat
hubungannya dengan makin meningkatnya pengetahuan dan keterampilan “bawahan”,
serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang lebih harmonis antara
“atasan” dengan “bawahan”.
2. Dapat lebih
meningkatkan efesiensi kerja.
Peningkatan efisiensi kerja ini erat
hubungannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang dilakukan oleh “bawahan”,
dan karena itu pemakaian sumber daya (tenaga, dana dan sarana) yang sia-sia
akan dapat dicegah (Azwar, A,1996).
Supervisi mempunyai tiga kegunaan. Pertama,
supervisi berguna untuk meningkatkan kemampuan supervisor dalam memberikan
layanan kepada para pelaksana kegiatan (Perawat). Kemamantapan kemampuan akan
dialami apabila supervisor sering malakukan supervisi. Kedua, supervisi
bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan para pelaksana kegiatan. Ketiga, hasil
supervisi berguna untuk menyusun pedoman atau petunjuk pelaksanaan
layanan profesional kepada pelaksana kegiatan. Proses memberikan layanan, format-format
yang digunakan, catatan dan laporan supervisi, serta interaksi melalui hubungan
kemanusiaan antara supervisor dan yang disupervisi merupakan informasi yang
bermanfaat untuk menyusun patokan-patokan supervisi berdasarkan pengalaman
lapangan. Dengan demikian supervisi berguna untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap para pelaksana kegiatan agar program itu dapat
dilaksanakan dengan baik sesuai dengan yang telah direncanakan.
Supervisi akan mencapai tingkat
kegunaan yang tinggi apabila kegiatannya dilakukan melalui tiga prinsip
hubungan kemanusiaan, yaitu; pengakuan dan penghargaan, obyektifitas, dan
kesejawatan. Hubungan kemanusiaan mengisyaratkan bahwa supervisi dilakukan
secara wajar, terbuka dan partisipatif. (Sudjana D, 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Sudjana, D (2004) Manajemen
Program Pendidikan: Untuk Pendidikan Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia. Bandung ; Falah Production.
Arief, Z (1987). Supervisi,
Evaluasi, Monitoring dan Pelaporan Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta
; Karunika, Universitas Terbuka.
Dep. Kes RI, (2001) Standar
Manejemen Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta ;
Penerbit Direktorat Yan. Kep. Dirjen Yan. Med.
Azwar, A (1996) Pengantar
Administrasi Kesehatan. ed. 3, Jakarta ; Penerbit Bina Rupa Aksara.
Ali, Z (1997) Dasar- Dasar Keperawatan Profesional.
Jakarta: Widya Medika.
Ali, Z (2000) Dasar- Dasar
Kepemimpinan dalam Keperawatan. Jakarta ;’ Penerbit Yayasan Bunga
Reflesia.
Ali, Z (2000). Dasar – Dasar
Manejemen Keperawatan. Jakarta ; Penerbit Yayasan Bunga
Reflesia.
WHO (1999). Manejemen Pelayanan
Kesehatan Primer. Ed. 2, Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Zakaria, A. Sistem Supervisi.
disampaikan pada Pelatihan Manajemen Keperawatan Rumah Sakit Angkatan V,
Pengurus Propinsi PPNI Jawa Timur. Bapelkes Murnajati, 7 – 12 September 2003.
Lawang-Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar